Menikah itu bukan untuk bahagia!

   

  Ini pesan teruntuk saya yang masih bujang khusus, dulu ketika masih sekitar baru lulus sekolah SMA dan sering ngeliat temen  nikah, kayanya keren bgt gitu, bisa pakai baju pernikahan, duduk di pelaminan, terus bacaan surah Ar-rahman buat pujaan hati.

     Tapi kenyataannya enggak begitu, ketika saya sering mendengar curhatan orang di sekeliling saya  mengenai pernikahan, yang cuma di landasi cinta saja tanpa pondasi lain yang mampu membuatnya lebih kuat lagi. Banyak diantara orang di sekeliling saya yang bercerita tentang masalah pernikahan.              
     banyak diantara orang di sekitar saya yang sebelum menikah ekonomi dan pekerjaan baik-baik saja, namun ketika menikah di uji dengan masalah ekonomi, mulai dari hilangnya pekerjaan, kurangnya penghasilan, dan juga kebutuhan rumah tangga yang tak pernah tercukupi.

  Ada lagi yang di uji dengan kurang harmonis nya keluarga, mulai dari campur tangan orang tua hingga kurangnya komunikasi antar pasangan.
  Ada pula yang di uji dengan munculnya orang ketiga, pasangan yang berubah tidak seperti waktu pacaran, kunjung mendapatkan anak dan masalah lainnya.
Hal ini lah menyebabkan saya harus berfikir matang-matang jika ingin menikah kelak.
Mungkin benar! ada statemen yang berpendapat bahwa menikah itu membuka pintu rezeki, tapi statemen ini saya tampik dengan jawaban logis, apa iya rezeki akan menghampiri kita jika kita hanya diam saja, dan cuma mengandalkan doa tanpa di iringi ikhtiar?  Memang benar dalam Al Qur'an dijelaskan bahwa jika kita fakir sebelum kita menikah maka ketika menikah allah akan mencukupkan rezeki kita sesuai porsi nya, balik lagi, jika kita hanya tumpang kaki, tanpa di iringi usaha dan berdoa, allah juga engga akan memberikan hal tersebut kepada kita, lebih malu lagi jika kita nanti sampai menumpang hidup dengan orang tua atau mertua kita.
  Ada pula yang menikah karna terpaksa tanggung jawab akibat pacarnya hamil di luar nikah, ini hal yang menurut saya fatal!  Karna dari awal saja caranya tidak baik, bagaimana dengan kelanjutannya, pasti akan menimbulkan masalah besar, mulai dari zina turun temurun karna si lelaki menikah perempuan yang hamil duluan tanpa menunggu si perempuan melahirkan anaknya terlebih dahulu, disini akan timbul banyak masalah dan saya tidak bisa menjelaskannya karna bukan kapasitas daya, mungkin bisa ditanyakan ke ustadz di sekitar kalian.
  Dalam Al Qur'an di jelaskan pula, menikah itu menyempurnakan setengah agama, ya!  Karna apa?  Karna sumber rusaknya agama itu ada 2 :
1. Perut
2. Kemaluan.
Ketika seseorang menikah dia akan terhindar dari setengah sumber rusaknya agama, yaitu kemaluan, maha benar allah dengan segala firman-Nya.
Balik lagi, tapi jika seseorang yang sudah menikah matanya masih suka jelalatan, godain istri orang dan engga takut melakukan kemaksiatan, apa engga bertolak belakang deng firman Allah?  Nah!  Dari situ lah saya mengambil sebuah pelajaran,mumpung masih bujang, perkuat karir terlebih dahulu, banyakin ilmu pengetahuan, agama dan umum, apalagi saya inikan laki-laki yang fitrah nya adalah seorang pemimpin, bagaimana mungkin saya bisa memimpin keluarga saya kelak tanpa dilandasi ilmu?  Dan apa yang saya katakan ke Allah kelak, jika saya tidak bisa memimpin keluarga saya kelak?  Dan memang sebuah keharusan jika ingin memiliki keluarga yang qurota'ayun (sejuk dipandang mata)  itu dimulai dari pemimpin nya.
  Cerita ini bukan untuk menakuti-nakuti seseorang yang ingin menikah, tapi lebih mengarah pada pesan untuk saya dan para pembaca kelak, jika ingin menikah harus mempersiapkan segala sesuatu dan mengantisipasi hal terburuk yang akan terjadi, karna apa?  Karna menikah itu sebuah komitmen yang sekali seumur hidup dan menikah itu bukan untuk bahagia, tapi bersamanya menuju surga.

Penulis :
@UntungSenju

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun minat baca anak-anak, menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri.

Membangun Indonesia melalui dunia pendidikan, dengan pembelajaran dalam jaringan yang efektif dan menyenangkan

Kesungguhan serta Istiqomah dalam Belajar, menurut Kitab Ta’lim al-Muta’alim